Jika terpidana mati tak tewas ditembak, bagaimana prosedurnya?



    ilustrasi

kabarbaru.info - Regu tembak telah mengeksekusi mati empat terpidana, salah satunya gembong narkoba Freddy Budiman. Dalam pelaksanaan eksekusi ini ada aturan yang harus dijalankan oleh anggota Brimob.
Dalam setiap regu ada 12 penembak dan satu komandan. Satu terpidana mati menghadapi satu regu tembak. Lalu dari 12 senapan penembak itu, berapa yang diisi peluru tajam?

Berdasarkan Perkap no 12 tahun 2010/UU nomor 2/PNPS/1964/Kejagung tentang hukuman mati, ternyata tak semua senjata diisi peluru tajam. Hanya tiga senapan laras panjang diisi peluru tajam, sementara sembilan senapan lain diisi peluru hampa.

Persiapan serta pelaksanaan hukuman mati menurut undang-undang, yakni maksimal tiga hari sebelum pelaksanaan, terpidana harus sudah diberitahu. Lalu terpidana berhak menyampaikan pesan terakhir. Hal ini sudah dipenuhi semua oleh Kejaksaan Agung.

Selanjutnya, terpidana datang ke lokasi dengan pengawalan secukupnya didampingi rohaniwan. Terpidana juga berhak memilih hendak ditutup matanya atau tidak.

Regu penembak menempati posisi dengan senapan laras panjang, berisi tiga peluru tajam dan sembilan peluru hampa. Jarak tembak lima hingga sepuluh meter.

Setelah itu dokter memberi tanda berwarna hitam pada baju terpidana tepat pada posisi jantung sebagai sasaran tembak. Komandan pelaksana menghentakan pedang mengisyaratkan regu tembak untuk menembak serentak.

Setelah peluru dimuntahkan, komandan pelaksana, juga eksekutor, dan dokter memeriksa terpidana. Jika masih ada tanda kehidupan, eksekutor memerintahkan komandan pelaksana melakukan penembakan pengakhir.

Eksekusi selesai jika dokter menyatakan sudah tidak ada tanda kehidupan pada terpidana.

Mereka yang sudah dieksekusi adalah Humprey Ejike (40), Freddy Budiman (37) Michael Titus (34) dan Cajetan Uchena Onyeworo Seck Osmane (34). Sedangkan yang menunggu giliran yakni, Gurdip Singh, Agus Hadi, Ozias Sibanda, Obinna Nwajagu, Zulfiqar Ali, Meri Utami, Eugene Ape, Pujo Lestari, Frederik Luttar dan Eugene Ape.

sumber ; merdeka.com